Bogor | suararakyat.net – Pada pemberitaan di salah satu media online tertulis, bahwa pasien di salah satu Rumah Sakit di Kabupaten Bogor meninggal dunia usai dioperasi. Disampaikan dalam pemberitaan tersebut, tak lama setelah dioperasi, pasien langsung tak sadarkan diri dan akhirnya meninggal dunia. Perlu ditelusuri lebih lanjut, apakah pasien tersebut meninggal karena dugaan ‘Mal Praktik’ ataukah ada sebab lain terkait penyakit yang dideritanya.
Mencermati kasus tersebut, Rohmat Selamat.SH.M.Kn selaku Praktisi Hukum serta Ketua PWRI Bogor Raya mengatakan, bahwa pertanggungjawaban hukum Rumah Sakit dalam praktik layanan kesehatan dan praktik kedokteran di rumah sakit, sebaiknya diaplikasikan tidak menyimpang dari Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran serta Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.
“Hal ini disebabkan, pertanggungjawaban hukum Rumah Sakit dalam menyelesaikan sengketa layanan medis di Indonesia, membutuhkan kemanfaatan sesuai asas. Selain itu, pihak Rumah Sakit yang melakukan tindakan operasi, sehingga berakibat fatal terhadap pasien, harus pula merujuk pada Pasal 46 Undang – Undang no 44 tahun 2009, tentang Rumah Sakit yaitu : bahwa Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit”, terangnya, Rabu 27/9/2023.
Pada prinsipnya Rumah Sakit bertanggungjawab kepada tiga hal yakni :
1. Tanggung jawab terhadap kewajiban memberikan pelayanan yang baik.
2. Tanggung jawab terhadap sarana dan peralatan.
3. Tanggung jawab terhadap personalia.
“Tidak kalah penting, bahwa setiap Rumah Sakit berkewajiban memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, seperti yang tertera pda pasal 29 ayat 1 undang – undang No 44 Tahun 2009”, ucap Ketua PWRI Bogor Raya.
Penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian, bertanggungjawab penuh terhadap Dokter yang menangani pasien, serta tidak boleh melepaskan tanggungjawab tersebut, dan hal ini sesuai pasal 58 ayat 1 undang undang nomor 36 Tahun 2009. Tentang kesehatan yang berbunyi: ‘Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan atau penyelengara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya’.
Lebih jauh Ketua PWRI Bogor Raya menjelaskan, bahwa tanggungjawab Rumah Sakit di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 46 UU Rumah Sakit menyatakan, bahwa Rumah Sakit bertanggungjawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.
“Ada dua makna yang terkandung di dalam pengaturan ini yaitu : Pertama, Rumah Sakit hanya bertanggungjawab terhadap kesalahan yang bersifat kelalaian, dan bukan kesalahan yang bersifat kesengajaan. Hal ini dikarenakan, kesalahan yang bersifat kesengajaan merupakan perbuatan yang digolongkan sebagai kriminal karena terdapat ‘Mens Rea’ (Sikap batin pelaku ketika melakukan tindak pidana) dan ‘Actus Reus’ (Perbuatan yang melanggar undang – undang pidana)”, jelasnya.
“Kedua, kelalaian tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan pada saat atau dalam rangka melaksanakan tugas yang diberikan oleh rumah sakit. Pertanggungjawaban yang terpusat kepada Rumah Sakit juga dipertegas di dalam Pasal 32 (q) Undang – Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang menyatakan, bahwa setiap pasien mempunyai hak, salah satunya adalah menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit, apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”, tandasnya”, tutur Ketua PWRI Bogor Raya.(Arifin)