Jakarta | suararakyat.net – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengadakan acara roadshow bus jelajah negeri bangun antikorupsi di Kota Bogor. Kegiatan ini bertujuan untuk mengingatkan masyarakat agar menolak praktik korupsi yang biasanya meningkat menjelang pemilihan umum 2024.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menjelaskan bahwa program jelajah negeri anti korupsi merupakan salah satu cara KPK untuk meningkatkan kesadaran dan nilai-nilai integritas di kalangan seluruh masyarakat, dengan tujuan mencegah perilaku korupsi dan gratifikasi.
“Roadshow bus anti korupsi menjadi simbol dari upaya pendidikan anti korupsi. Bus ini telah mengunjungi puluhan kota dan kabupaten di Jawa dan Sumatera, dan diharapkan akan mengunjungi seluruh daerah di Indonesia,” ujar Tanak dalam pidatonya di Sempur, Kota Bogor, pada hari Minggu (14/5/2023).
Kampanye anti korupsi ini dihadiri oleh Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim, Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto, Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bogor, Waito Wongateleng, Kepala Kepolisian Resor Kota Bogor, Kombes Bismo Teguh Prakoso, Komandan Kodim 0606 Kota Bogor, Kolonel Ali Ikhwan, dan aktivis anti korupsi lainnya.
Tanak mengingatkan masyarakat untuk menghindari praktik korupsi dan gratifikasi yang sering muncul menjelang pemilihan umum. Salah satu praktik tersebut adalah pemberian amplop atau sembako yang dikenal dengan sebutan ‘serangan fajar’.
“KPK hadir untuk mengingatkan agar kita menghindari pemberian dan penerimaan ‘serangan fajar’, karena tradisi ini hanya akan menghasilkan pemimpin yang hanya peduli dengan kepentingan pribadi dan kelompoknya,” kata Tanak.
“Untuk mencegah hal tersebut, kita perlu memutus rantai ‘serangan fajar’ dengan menolak menerima amplop atau sembako, karena yang akan dirugikan adalah masyarakat selama 5 tahun ke depan, hanya karena janji-janji yang diberikan,” tambahnya.
Tanak menjelaskan bahwa calon pemimpin yang menggunakan politik uang akan bekerja untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Oleh karena itu, dia mengajak masyarakat untuk menolak praktik ‘serangan fajar’ tersebut.
“Setelah terpilih, mereka yang menggunakan ‘serangan fajar’ akan melibatkan praktik pemungutan suara yang tidak sah, menurunnya kualitas pengadaan barang dan jasa, pemotongan anggaran, serta memberikan imbalan lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Semua ini adalah konsekuensi dari politik uang,” ungkap Tanak.
“Dengan kegiatan ini, mari kita tingkatkan pemahaman tentang anti korupsi yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam pemilihan yang bijak dan menolak ‘serangan fajar’,” tutupnya.(Rz)