suararakyat.net – Tether, sebagai perusahaan stablecoin terbesar di dunia, baru-baru ini mengumumkan prestasi luar biasa dalam kuartal kedua tahun 2023. Melalui laporan yang dirilis oleh Tether dan dikutip dari Channel News Asia pada Sabtu (12/8/2023), perusahaan ini berhasil meningkatkan asetnya sebesar 5,7 persen menjadi USD 86,5 miliar, atau jika dikonversikan ke dalam mata uang rupiah, setara dengan Rp 1.314 triliun (dengan asumsi kurs Rp 15.198 per dolar AS). Peningkatan ini menjadi indikasi perkembangan positif dalam nilai aset perusahaan selama tiga bulan hingga akhir Juni 2023, mengungguli pertumbuhan pada kuartal sebelumnya.
Selain peningkatan aset yang mencolok, Tether juga mencatatkan pencapaian signifikan dalam hal laba operasional. Dalam periode yang sama, laba operasional perusahaan ini melonjak lebih dari USD 1 miliar, atau setara dengan Rp 15,1 triliun. Ini merupakan peningkatan sebesar 30 persen dari kuartal sebelumnya, yang menunjukkan pertumbuhan yang konsisten dan berkelanjutan dalam kinerja keuangan Tether.
Tether beroperasi sebagai stablecoin, yang merupakan jenis kriptokurensi yang didesain untuk menjaga stabilitas nilai. Biasanya, stablecoin seperti Tether didukung oleh aset tradisional, seperti dolar AS. Tether sendiri mengumumkan bahwa ada sekitar USD 83,8 miliar, atau sekitar Rp 1.273 triliun, dalam bentuk koinnya yang sedang beredar. Hal ini menjadikannya sebagai salah satu cryptocurrency terbesar di dunia, menempatkannya di peringkat ketiga dalam hal kapitalisasi pasar.
Laporan cadangan yang dikeluarkan oleh Tether dan diaudit oleh akuntan dari BDO Italia menyatakan bahwa aset perusahaan ini tumbuh sepanjang tiga bulan hingga akhir Juni 2023 sebesar 5,7 persen, dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Ini adalah tanda nyata keberhasilan strategi dan operasional perusahaan dalam mengelola portofolio asetnya.
Tether telah menjadi komponen integral dalam ekosistem perdagangan aset digital global. Banyak transaksi kripto-ke-kripto menggunakan Tether sebagai denominasi, karena stabilitas nilainya relatif terhadap mata uang tradisional.
Namun, penting juga untuk diingat bahwa regulator di Amerika Serikat telah mengeluarkan peringatan terkait risiko yang terkait dengan bank cadangan stablecoin. Kemungkinan terjadinya arus keluar dana yang cepat dapat terjadi jika pemegang token Tether beralih kembali ke mata uang tradisional secara tiba-tiba.
Tether juga menjaga cadangan asetnya dengan baik. Saat ini, Tether memiliki kepemilikan atas US Treasury Bills senilai USD 55,8 miliar atau setara dengan Rp 848,2 triliun, meningkat 5,2 persen dari akhir Maret. Selain itu, kepemilikan atas Treasury Bills non-AS juga meningkat lebih dari 30 persen menjadi USD 62,9 juta, atau setara dengan Rp 956,1 miliar, dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Tether juga memiliki portofolio cadangan yang mencakup obligasi korporasi senilai USD 115 juta atau sekitar Rp 1,7 triliun, logam mulia senilai USD 3,3 miliar atau setara dengan Rp 50,1 triliun, bitcoin senilai USD 1,7 miliar atau sekitar Rp 25,8 triliun, pinjaman terjamin senilai USD 5,5 miliar atau setara dengan Rp 83,5 triliun, serta investasi lain senilai USD 2,4 miliar atau setara dengan Rp 36,4 triliun yang jenisnya belum diungkapkan.
Secara keseluruhan, prestasi Tether dalam kuartal kedua 2023 mengukuhkan posisinya sebagai perusahaan stablecoin terbesar di dunia. Pertumbuhan aset yang signifikan, laba operasional yang mengesankan, dan keberagaman portofolio cadangan asetnya adalah bukti nyata kesuksesan strategi perusahaan dalam menghadapi tantangan dalam industri cryptocurrency yang cepat berubah. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa risiko terus ada, dan perusahaan perlu mempertimbangkan langkah-langkah hati-hati untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan berkelanjutan di masa depan. (In)