Jakarta | suararakyat.net – Jovi Andrea Bachtiar, Analis Jaksa/Calon Jaksa Kejaksaan Negeri Tojo Una-Una, Wakai, telah mengajukan gugatan terhadap UU Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jovi berharap Jaksa Agung datang dari dalam institusi bukan dari politisi/anggota DPR.
Jovi melakukan uji materiil Pasal 1 angka 3, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 21 UU Kejaksaan. Pasal 20 berbunyi sebagai berikut:
Untuk dapat diangkat sebagai Jaksa Agung, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
A. warga negara Indonesia;
B. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
C. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
D. Gelar setidaknya Sarjana Hukum;
e. Sehat jasmani dan rohani; Dan
F. Jujur, adil, dan memiliki reputasi dan perilaku yang baik.
โPasal 20 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak juga memuat syarat-syarat ‘g. Telah lulus Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Kejaksaan (PPPJ); h. berstatus jaksa aktif atau pensiunan jaksa dengan pangkat terakhir Jaksa Agung (IV/e); dan i. tidak pernah dan sedang tidak terdaftar sebagai anggota dan/atau ketua partai politik’,” petitum Jovi dikutip dari laman MK, Minggu. (9/4/2023).
Menurut Jovi, Pasal 20 UU Kejaksaan menurutnya membuka peluang yang sangat mudah bagi seseorang yang belum pernah mengalami berbagai hal dan tahapan proses sebagai jaksa untuk menjadi Jaksa Agung. Namun, cerita Jovi, ia sendiri bekerja keras membangun karir sebagai Jaksa Analis selama 1-2 tahun dan mengikuti program Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Kejaksaan (PPPJ) berbulan-bulan hingga diangkat menjadi jaksa. Karena itu, dia menilai Pasal 20 UU Kejaksaan melanggar Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945.
โTanpa mengikuti PPPJ, dimana pemohon hanya perlu mengubah statusnya dari jaksa analis menjadi calon jaksa, harus lulus pelatihan yang diadakan di Kejaksaan Badiklat. Dan ada kemungkinan tidak lulus jika ada penilaian bahwa tidak memenuhi syarat untuk dinyatakan lulus dan diangkat,” kata Jovi.
Uji materi sudah disidangkan di Mahkamah Konstitusi di hadapan majelis yang dipimpin Suhartoyo, didampingi Wahiduddin Adams dan Enny Nurbaningsih. Wahiduddin menasihati tentang kerugian konstitusional yang dijelaskan yang tidak dikutip dalam permohonan. Selain itu, belum dijelaskan hubungan sebab akibat berlakunya norma dengan potensi kerugian yang diderita pemohon.
โDalam petitum yang dimuat dalam permohonan tersebut, terdapat hal yang tidak biasa dan berbeda dengan permohonan yang sebelumnya diajukan ke MK,โ kata Wahiduddin.
Lebih lanjut, Enny diminta mempertajam tuntutan hukum Jovi.
“Tunjukkan apakah ada kerugian konstitusional faktual atau potensial. Bagi wajib pajak, hal itu tidak perlu karena tidak terkait dengan undang-undang perpajakan,” kata Enny.
Sementara itu, Suhartoyo dalam nasehatnya menyatakan bahwa perlu adanya argumentasi yang ringkas dan substantif dari aplikasi tersebut, agar urutan aplikasi menjadi lebih ringkas dan jelas. Selain itu, mengenai legal standing, sebaiknya dijelaskan potensi kerugiannya, karena pemohon belum memenuhi syarat untuk mencalonkan diri sebagai jaksa dalam waktu dekat.
โBerikan pandangan tentang perbedaan antara Jaksa Agung yang berkarir dan Jaksa Agung yang tidak berkarir, berikan narasinya,โ(Rz)