Subscribe to Liberty Case

suararakyat.net – Perusahaan utilitas negara, Sarawak Energy, dan departemen kepolisian Malaysia telah mengumumkan pembongkaran sebuah penambangan kripto yang diduga ilegal dan tidak sah di Miri, Sarawak, Malaysia. Insiden ini menambah daftar kasus penambangan ilegal yang semakin meningkat di negara ini.

Sekitar 34 penambang sirkuit khusus aplikasi (ASIC) dan perangkat terkait telah ditangkap oleh pihak berwenang. Selain itu, seluruh peralatan yang digunakan dalam operasi penambangan, termasuk kabel penyadapan langsung dan server, telah disita untuk dimintai pertanggungjawaban. Proses penyelidikan terus berlanjut untuk mengungkapkan semua keterlibatan dan pelanggaran hukum yang terjadi.

Salah satu alasan utama untuk meningkatnya kasus-kasus seperti ini di Malaysia adalah tarif listrik yang relatif rendah dibandingkan dengan wilayah global lainnya. Hal ini menyebabkan Sarawak Energy mengalami lonjakan insiden pencurian listrik selama beberapa tahun terakhir. Dalam kasus ini saja, diperkirakan pabrik energi mengalami kerugian sebesar USD 1.317 per bulan, atau setara dengan Rp 19,9 juta (menggunakan kurs Rp 15.111 per dolar AS).

Dalam operasi pembongkaran ini, pihak berwenang diduga telah menyita 137 perangkat ASIC dari situs penambangan ilegal. Namun, proses penyelidikan masih terus berlangsung untuk mengidentifikasi dan menyelidiki lebih lanjut perangkat dan individu terlibat.

Sebelumnya, pada Februari 2021, terjadi kasus penangkapan tujuh orang yang mencuri listrik senilai USD 2,15 juta (Rp 32,4 miliar) untuk kegiatan penambangan Bitcoin. Pada Juli tahun yang sama, lebih dari USD 1,2 juta (Rp 18,1 miliar) peralatan penambangan Bitcoin disita dan dihancurkan oleh pejabat Malaysia setelah digunakan untuk operasi ilegal.

Kota Miri, Sarawak juga tidak luput dari permasalahan serupa, pada bulan yang sama pejabat setempat menyita 1.069 alat penambangan dari para penambang yang diduga mencuri listrik untuk operasi mereka.

Sarawak Energy telah menunjukkan tindakan pencegahan dengan memiliki peralatan yang diperlukan dan tim inspeksi meteran untuk mendeteksi pencurian listrik semacam ini. Ini termasuk pengawasan langsung bawah tanah dan pemantauan meteran untuk mengidentifikasi tindakan ilegal.

Peristiwa ini menegaskan pentingnya pengawasan dan penegakan hukum yang ketat untuk mencegah dan menindak kasus-kasus penambangan kripto ilegal yang merugikan perusahaan utilitas negara dan masyarakat. Pemerintah Malaysia perlu terus mengawasi dan memberlakukan langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi masalah ini dan melindungi infrastruktur energi negara dari eksploitasi yang tidak sah. (In)

Dukungan

suararakyat.net – Perusahaan utilitas negara, Sarawak Energy, dan departemen kepolisian Malaysia telah mengumumkan pembongkaran sebuah penambangan kripto yang diduga ilegal dan tidak sah di Miri, Sarawak, Malaysia. Insiden ini menambah daftar kasus penambangan ilegal yang semakin meningkat di negara ini.

Sekitar 34 penambang sirkuit khusus aplikasi (ASIC) dan perangkat terkait telah ditangkap oleh pihak berwenang. Selain itu, seluruh peralatan yang digunakan dalam operasi penambangan, termasuk kabel penyadapan langsung dan server, telah disita untuk dimintai pertanggungjawaban. Proses penyelidikan terus berlanjut untuk mengungkapkan semua keterlibatan dan pelanggaran hukum yang terjadi.

Salah satu alasan utama untuk meningkatnya kasus-kasus seperti ini di Malaysia adalah tarif listrik yang relatif rendah dibandingkan dengan wilayah global lainnya. Hal ini menyebabkan Sarawak Energy mengalami lonjakan insiden pencurian listrik selama beberapa tahun terakhir. Dalam kasus ini saja, diperkirakan pabrik energi mengalami kerugian sebesar USD 1.317 per bulan, atau setara dengan Rp 19,9 juta (menggunakan kurs Rp 15.111 per dolar AS).

Dalam operasi pembongkaran ini, pihak berwenang diduga telah menyita 137 perangkat ASIC dari situs penambangan ilegal. Namun, proses penyelidikan masih terus berlangsung untuk mengidentifikasi dan menyelidiki lebih lanjut perangkat dan individu terlibat.

Sebelumnya, pada Februari 2021, terjadi kasus penangkapan tujuh orang yang mencuri listrik senilai USD 2,15 juta (Rp 32,4 miliar) untuk kegiatan penambangan Bitcoin. Pada Juli tahun yang sama, lebih dari USD 1,2 juta (Rp 18,1 miliar) peralatan penambangan Bitcoin disita dan dihancurkan oleh pejabat Malaysia setelah digunakan untuk operasi ilegal.

Kota Miri, Sarawak juga tidak luput dari permasalahan serupa, pada bulan yang sama pejabat setempat menyita 1.069 alat penambangan dari para penambang yang diduga mencuri listrik untuk operasi mereka.

Sarawak Energy telah menunjukkan tindakan pencegahan dengan memiliki peralatan yang diperlukan dan tim inspeksi meteran untuk mendeteksi pencurian listrik semacam ini. Ini termasuk pengawasan langsung bawah tanah dan pemantauan meteran untuk mengidentifikasi tindakan ilegal.

Peristiwa ini menegaskan pentingnya pengawasan dan penegakan hukum yang ketat untuk mencegah dan menindak kasus-kasus penambangan kripto ilegal yang merugikan perusahaan utilitas negara dan masyarakat. Pemerintah Malaysia perlu terus mengawasi dan memberlakukan langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi masalah ini dan melindungi infrastruktur energi negara dari eksploitasi yang tidak sah. (In)

back to top

Become a member

Get the best offers and updates relating to Liberty Case News.

― Advertisement ―

spot_img

Ikut Seruannya! Besok DPRD Depok Ngarak Ondel-Ondel Bareng Warga

DEPOK | suararakyat.net - Ada yang spesial dari perayaan Lebaran Depok tahun ini! Sejumlah anggota DPRD Kota Depok dijadwalkan turun langsung ke jalan untuk...
HomePendidikanKomnas HAM Temukan 2 Indikasi Pelanggaran HAM Pada Kasus Relokasi SDN Pondokcina...

Komnas HAM Temukan 2 Indikasi Pelanggaran HAM Pada Kasus Relokasi SDN Pondokcina 1 Depok

Depok | suararakyat.net – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan ada dua indikasi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pada kasus relokasi dan alih fungsi lahan SDN Pondokcina 1 Depok. Hal ini terungkap setelah Komnas HAM melakukan pemantauan, dan penyelidikan, serta menerima pengaduan dari wali murid SDN Pondokcina 1.

Menurut Putu Elvina, Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM, ada dua indikasi dugaan pelanggaran HAM pada kasus ini. Pertama, terkait dengan hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang optimal, dimana relokasi dan alih fungsi lahan menyebabkan kondisi sarana dan prasarana SDN Pondokcina 1 tidak memadai, dan berpotensi membahayakan keselamatan siswa. Kedua, terkait dengan hak atas informasi tentang rencana relokasi yang tidak diberikan secara baik kepada orang tua murid sehingga terkesan mendadak dan mempengaruhi proses belajar mengajar anak.

“Komnas HAM melihat ada 2 indikasi perihal dugaan pelanggaran hak anak. Yang pertama, tentu saja kalau bicara hak anak maka hak anak untuk mendapatkan hak – haknya baik itu pendidikan, tumbuh kembang, sampai kemudian tersedianya fasilitas sarana dan prasarana yang menunjang proses pendidikan itu menjadi indikasi”, ucap Putu Elvina, Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM pada Konferensi Pers di Kantor Komnas HAM di Jakarta, Sabtu, 11 Maret 2023.

Elvina juga menekankan, bahwa keterbatasan ruang atau halaman sekolah termasuk ke dalam pelanggaran pasal 3 UU Konvensi Hak Anak, pasal 28B Undang-Undang Republik Indonesia, serta beberapa pasal baik itu UU 39 tentang HAM maupun UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sebelumnya, pemerintah kota Depok telah mengeluarkan keputusan untuk meregrouping SDN Pondokcina 1 ke SDN Pondokcina 5, dan mengalihfungsikan SDN Pondokcina 1 menjadi Masjid.

“Kondisi sarana dan prasarana SDN Pondokcina 1 berpotensi membahayakan keselamatan siswa. Hal ini bisa dilihat di pintu gerbang masuk terdapat bidang miring yang berpotensi menimbulkan kecelakaan”, tutur Elvina.

Namun, setelah menjadi polemik selama lebih dari sebulan, Walikota Depok Mohammad Idris memutuskan untuk menunda relokasi SDN Pondokcina 1, seiring dengan penundaan pembiayaan pembangunan Masjid oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Idris menambahkan, bahwa pembangunan Ruang Kelas Baru di SDN Pondokcina 5 akan dibangun oleh pemerintah melalui Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR dengan anggaran yang bersumber dari APBN tahun anggaran 2023.

Bagi siswa SDN Pondokcina 1 yang sudah terlanjur belajar di SDN Pondokcina 3 dan 5, maka akan diminta untuk memilih.

“Bagi siswa yang saat ini sudah direlokasi, diperkenankan untuk memilih di SDN Pondokcina 3 dan 5 atau dapat kembali ke SDN Pondokcina 1, sesuai dengan kenyamanan siswa”, kata Idris.

Dengan adanya penundaan relokasi dan pembangunan ruang kelas baru, diharapkan masalah pelanggaran hak asasi manusia pada kasus ini dapat diatasi dengan baik.(Arifin)