Jakarta | suararakyat.net – Dittipidum Bareskrim Polri mengungkap dua kasus jaringan perdagangan manusia internasional dengan modus pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sebagai asisten rumah tangga (ART) ke Timur Tengah. Sebanyak 7 orang ditangkap dari dua jaringan tersebut.
“Jaringan perdagangan manusia adalah Indonesia-Amman Jordania-Arab Saudi dan Indonesia-Turki-Abu Dhabi”, ucap Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan dalam jumpa pers di Mabes Polri, Selasa (4/3/2023).
Ramadhan menjelaskan, pengungkapan kasus tersebut berawal dari laporan Kementerian Luar Negeri RI. Polisi mendapat informasi bahwa para korban dijanjikan pekerjaan ilegal di luar negeri.
“Penemuan ini awalnya berasal dari informasi yang diterima polisi dari Kementerian Luar Negeri, berdasarkan informasi dari KBRI,” ujarnya.
Sementara itu, Djuhandhani Rahardjo Puro, Kepala Dittipidum Bareskrim Polri mengatakan, ada dua jaringan yang terlibat yakni jaringan Indonesia-Amman Jordania-Arab Saudi yang dipimpin oleh AS dan ZA, serta jaringan Indonesia-Turki-Abu Dhabi yang dipimpin oleh OP. Sebanyak 7 orang ditangkap dari jaringan AS dan OP, yakni MA (53), ZA (54), SR (53), AS (58) RR (38), dan OP (40).
Jaringan AS dan ZA menjanjikan para korban pekerjaan di Arab Saudi dengan gaji bulanan 1.200 riyal. Namun, proses rekrutmen dan transportasi tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
“Para korban dijanjikan pekerjaan di Arab Saudi dengan gaji 1.200 riyal per bulan. Namun, proses rekrutmen dan transportasi tidak sesuai prosedur”, terang Djuhandani, Selasa 4/3/2023.
Sedangkan jaringan OP menggunakan perusahaan yang tidak terdaftar sebagai agen penempatan TKI. Para korban diminta membayar biaya mulai dari Rp 15 hingga 40 juta namun hanya dikirim sampai Singapura.
“Korban direkrut menggunakan perusahaan yang tidak terdaftar sebagai PJTKI, yaitu PT Savannah Agency Indonesia”, ujarnya.
Para tersangka akan dijerat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Perdagangan Orang dengan pidana penjara paling lama 15 tahun, pidana penjara paling singkat 3 tahun, dan denda paling sedikit Rp 120. juta dan paling banyak Rp 600 juta.
Selain itu, mereka juga akan dijerat Pasal 81 Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 15 miliar juncto Pasal 86 huruf B Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar.(Arf)