back to top

Become a member

Get the best offers and updates relating to Liberty Case News.

โ€• Advertisement โ€•

spot_img

Turun Langsung ke Pelosok, Ketua TP-PKK Kabupaten Seram Bagian Barat Perangi Stunting

Maluku | suara rakyat.net โ€“ Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Maluku, Yeni Rosbayani Asri, melakukan kunjungan kerja intensif ke wilayah terpencil di Kecamatan...
HomeNewsDesentralisasi Kesehatan di Indonesia, Tantangan Signifikan dan Peran Kritis Ombudsman

Desentralisasi Kesehatan di Indonesia, Tantangan Signifikan dan Peran Kritis Ombudsman

Jakarta | suararakyat.net – Asisten Ombudsman Mohammad Alfan Ardillah mengomentari desentralisasi pelayanan kesehatan di Indonesia terkait dengan RUU Kesehatan (RUU Kesehatan). Menurutnya, banyak kasus di berbagai negara, termasuk Indonesia, menunjukkan bahwa desentralisasi dan tanggung jawab kesehatan di sektor kesehatan masih menjadi masalah yang signifikan.

“Ombudsman membaca ada lima isu utama desentralisasi kesehatan yang mana desentralisasi kesehatan ini tujuan utamanya adalah untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Jadi itulah inti dari desentralisasi kesehatan”, terangnya dalam diskusi virtual pada Selasa, 16/5/2023.

Isu pertama adalah kapasitas kelembagaan. Alfan menjelaskan, banyak kebijakan di tingkat pusat yang tidak sesuai dengan kondisi lokal atau daerah. Akibatnya, kata dia, terjadi tumpang tindih kewenangan yang menimbulkan masalah seperti duplikasi program, pengabaian kewajiban, dan kesulitan koordinasi.

“Sulitnya koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, dan lembaga kesehatan ini ujungnya akan mengganggu implementasi dari sistem desentralisasi kesehatan yang ada”, ucap Alfan.

Kedua, persoalan sumber daya manusia (SDM), dimana tidak semua daerah memiliki SDM yang memadai untuk menjalankan program kesehatan secara efektif dan berkelanjutan. Masalah ketiga merupakan masalah klasik yang sering terjadi yaitu pembiayaan.

Menurut Alfan, kemampuan fiskal pemerintah daerah masih relatif kecil dibandingkan tanggung jawabnya dalam menyelenggarakan urusan daerah yang bersifat wajib. Kelima, masalah pelayanan kesehatan. โ€œKami telah mengamati dan mendokumentasikan ketimpangan akses terhadap layanan kesehatan,โ€ imbuhnya.

Ia juga mencontohkan masih adanya disparitas fasilitas dan sumber daya kesehatan di berbagai daerah. โ€œMasalah utama terakhir dalam desentralisasi kesehatan adalah pengawasan, karena masih lemahnya pengawasan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Hal ini juga tidak didukung oleh sistem informasi yang memadai,โ€ ujar Alfan.

Pekan lalu, RUU Kesehatan mendapat keberatan dari lima organisasi profesi di bidang kesehatan. Organisasi tersebut adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengatakan, pemerintah dan DPR masih berupaya menyempurnakan RUU Kesehatan. Dia mengklaim pemerintah mengusulkan penambahan klausula untuk memberikan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan.

“Pasal-pasal perlindungan hukum ditujukan agar jika ada sengketa hukum, para tenaga kesehatan tidak langsung berurusan dengan aparat penegak hukum sebelum adanya penyelesaian diluar pengadilan, termasuk melalui sidang etik dan disiplin”, tandasnya.(Arf)