Cianjur | suararakyat.net – Pada November 2022, gempa bumi melanda Cianjur, Jawa Barat, menyebabkan 69.633 korban masih tinggal di pengungsian. Para penyintas ini belum dapat kembali ke rumah mereka karena kurangnya relokasi atau pembangunan rumah.
Tim Penanggulangan Bencana Gempa Cianjur melaporkan 69.633 pengungsi ini tersebar di sembilan kecamatan dan 54 desa.
Dilansir dari Kompas.id, Imas Masitoh (63) adalah salah satu pengungsi yang kehilangan tempat tinggal akibat gempa bermagnitudo 5,6 di Kampung Kawunggading, Desa Cibulakan, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur. Ia masih tinggal di tenda yang dibangun di bekas kolam ikan bersama suami, dua anak, dan dua cucunya. Tenda tersebut berukuran 10 meter kali 5 meter dan merupakan salah satu dari 19 tenda di kawasan tersebut.
“Saya belum mendapat bantuan dari pemerintah untuk membangun kembali rumah saya. Makanya saya masih bertahan di sini. Tapi, data saya sudah tercatat, dan sudah ditentukan kategori kerusakannya,” kata Imas, Kamis (23/03/2023)
Hal senada diungkapkan Dede Nonih (50), yang juga berasal dari Kampung Kawunggading. Ia berharap bantuan segera disalurkan agar bisa membangun kembali rumahnya.
Bantuan yang dibutuhkan Imas dan Dede adalah untuk perbaikan rumah. Bantuan pemerintah diberikan dalam tiga tahap untuk tiga kategori kerusakan. Untuk kerusakan berat, warga menerima uang tunai Rp 60 juta, sedangkan kerusakan sedang Rp 30 juta dan kerusakan ringan Rp 10 juta.
Budi Rahayu Toyib, juru bicara Tim Penanggulangan Bencana Gempa Cianjur, mengakui penyaluran bantuan belum mencapai 100 persen. Dana yang telah disalurkan pada tahap I, II, dan III total hanya Rp 1,9 triliun. Penyaluran dana tahap III terakhir pada 14 Maret 2023 untuk 42.418 rumah senilai Rp 1,2 triliun.
“Baik tahap pertama maupun kedua masih ada beberapa persyaratan yang belum terpenuhi. Kendalanya antara lain penyerahan dokumen yang belum lengkap, pencairan yang masih terpusat di kantor cabang bank, dan ada yang keberatan,” kata Budi.
Budi meyakinkan Pemkab Cianjur akan mengatasi kendala tersebut. Pemerintah juga akan memenuhi kebutuhan dasar para pengungsi hingga semua pembangunan rumah selesai.
Selain menyalurkan bantuan, pemerintah juga merelokasi warga terdampak gempa. Relokasi hanya tersedia bagi mereka yang tinggal di wilayah Jalur Patahan Cugenang. Garis patahan tersebut telah menimbulkan pergeseran baru dan memicu gempa di Cianjur.
Garis patahan itu melewati enam desa di Kecamatan Cugenang: Cibeureum, Nyalindung, Mangunkerta, Sarampad, Cibulakan, dan Desa Benjot. Lalu, dua desa di Kecamatan Pacet, yaitu Desa Ciherang dan Desa Ciputri. Selain itu, satu desa lagi di ujung patahan, yakni Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur.
Budi mengumumkan bahwa relokasi rumah tahan gempa dengan teknologi Rumah Instan Sederhana Sehat (Risha) telah selesai dilakukan di Desa Sirnagalih, Kecamatan Cilaku dan Desa Mulyasari, Kecamatan Mande. Proses relokasi tersebut merupakan tahap pertama yang melibatkan sebanyak 200 unit rumah.
Teknologi Risha yang digunakan pada rumah tahan gempa ini dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek keamanan dan kesehatan bagi penghuninya. Material bangunan yang digunakan terbuat dari bahan-bahan yang ramah lingkungan dan tahan lama. Selain itu, rumah-rumah ini juga dilengkapi dengan ventilasi yang memadai untuk sirkulasi udara yang sehat.
Warga yang telah menerima kunci rumah baru mereka merasa bersyukur dan senang dengan relokasi ini. Mereka merasa lebih aman tinggal di rumah baru yang mampu bertahan saat terjadi gempa. Selain itu, fasilitas-fasilitas publik seperti sekolah dan kesehatan juga lebih mudah dijangkau dari lokasi baru mereka.
Proses relokasi tahap selanjutnya diharapkan dapat segera dilaksanakan untuk menyelesaikan seluruh program relokasi ini. Dengan adanya program ini, diharapkan masyarakat yang terdampak bencana gempa dapat kembali membangun kehidupan mereka dengan lebih baik dan lebih aman. (DN)