Jakarta | suararakyat.net – Bareskrim Polri, Badan Reserse Kriminal Polri, telah bekerja sama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk memberikan trauma healing bagi anak korban predator seksual. Sejauh ini, 12 bocah telah teridentifikasi sebagai korban tiga predator seksual yang ditangkap Bareskrim Polri.
โTerkait korban, hari ini kami juga bekerjasama dengan KPAI. Kami akan berikan datanya, dan akan ditindaklanjuti dengan memberikan trauma healing atau asesmen lainnya kepada para korban,โ kata Brigjen. Kepala Divisi Cyber โโCrime Bareskrim Polri Jenderal Adi Vivid Agustiadi Bachtiar di Gedung Bareskrim Polri, Senin (27/3/2023).
Vivid mengatakan, trauma healing diperlukan untuk membantu para korban pulih dari pelecehan seksual yang dialaminya dan mencegah kejadian serupa terulang kembali di masa mendatang.
“Kita harus memastikan bahwa anak-anak ini tidak tumbuh untuk melakukan tindakan yang sama terhadap anak-anak lain di masa depan,” tambahnya.
Kawiyan, Komisioner KPAI, mengapresiasi tindakan cepat yang dilakukan polisi dan mendesak mereka untuk terus melindungi anak korban pelecehan seksual.
โAnak-anak yang menjadi korban perlu dirawat dengan baik. Kita harus mencegah mereka menjadi pelaku di kemudian hari,โ katanya.
Ia juga mengimbau para orang tua untuk terus mendukung dan mendampingi anaknya, menegaskan bahwa peran keluarga sangat penting dalam membentuk karakter dan perilaku anaknya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Divisi Cyber โโCrime Bareskrim Polri menangkap tiga orang, yakni JA (27), FR (25), dan FH (23), terkait dengan kejahatan seksual terhadap anak. Para tersangka melakukan aksinya di lokasi berbeda dan ditangkap berdasarkan berbagai laporan.
Menurut laporan, JA melakukan kejahatannya di Semarang, Yogyakarta, dan Bandung, sedangkan FR melakukan kejahatannya di Tulungagung, Jawa Timur, dan FH di Cirebon, Jawa Barat.
Vivid mengatakan, para tersangka menggunakan cara yang berbeda-beda, mulai dari memberi jajan dan mengantar korban ke tempat-tempat terpencil hingga mengincar anak-anak di warnet.
JA dan FH melakukan pelecehan seksual langsung terhadap korban, sedangkan FR tidak melakukan pelecehan seksual melainkan menjual video porno anak di platform Telegram.
“FH, tidak seperti tersangka lainnya, menjadi korban sendiri pada usia tujuh tahun. Dia menjadi pelaku di kemudian hari, mengulangi tindakan yang sama seperti yang dia alami sebagai korban,” kata Vivid.(Rz)